Sistem
Informasi Dalam Pemasaran Global
Minggu, 25 November 2018
Tahap Perkembangan Perusahaan (Manajamen Pemasaran Global)
Tahapan
Perkembangan Perusahaan
1. Perusahaan Domestik
Perusahaan
bisnis domestik adalah suatu unit bisnis yang tingkat operasional dan pangsa
pasarnya berada dalam suatu wilayah saja tanpa melewati batas negara. Jenis
perusahaan ini masih bersifat sederhana dan tidak kompleks karena hanya
memperhitungkan berbagai variabel yang berlaku di sekitarnya saja mulai dari
besar kecil kompensasi, budaya perusahaan, rekrutmen tenaga kerja, analisis
pasar, dan lain sebagainya.
2. Perusahaan Internasional
Perusahaan bisnis internasional adalah suatu unit
bisnis yang sudah memperluas atau ekspansi produksi dan pemasaran produk baik
barang maupun jasa ke luar negari dari negara asalnya. Hal ini terkadang harus
dilakukan oleh suatu perusahaan bisnis di kala pasar yang ada di dalam negri
sudah berada dalam tahap jenuh, sehingga sulit untuk dapat berkembang lebih
besar lagi. Dengan memasuki pasar internasional perusahaan harus mampu
beradaptasi di semua bidang dengan kultur budaya di negara setempat agar tidak
menimbulkan permasalahan sosial.
3. Perusahaan Multinasional
Perusahaan bisnis multi nasional adalah perusahaan
yang memiliki beberapa pabrik yang berdiri di negara yang berbeda-beda.
Penyesuaian dengan budaya di tiap negara yang dimasuki adalah suatu keharusan
untuk dapat bertahan dan sukses. Dengan mendirikan banyak unit produksi di
negara lain diharapkan dapat menghemat biaya ongkos produksi dan distribusi
produk hingga sampai ke tangan konsumen akhir.
4. Perusahaan Global
Perusahaan global adalah unit bisnis yang memiliki
kantor pusat di banyak negara lain dengan sistem pengambilan keputusan
desentralisasi. Sistem partisipasi bisnis global digunakan karena sudah semakin
pudar dan hilangnya batasan-batasan pasar suatu negara dengan negara lainnya
(globalisasi). Biasanya perusahaan global memiliki ciri distribusi sudah
ekspor, memiliki unit produksi di luar negara asal dan melakukan aliansi dengan
perusahaan asing.
5. Perusahaan Transnasional
Perusahaan
transnasional adalah perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya melintasi
batas-batas kedaulatan suatu negara di mana perusahaan tersebut pertama
didirikan untuk membentuk anak perusahaan di negara lain yang dalam
operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induknya.
Perbandingan
antar Tahap
Tahap-tahap
Perkembangan 1
Jumat, 13 Juli 2018
Kasus Pelanggaran Etika Produksi - Etika Bisnis
Kasus Pelanggaran Etika Produksi dalam Etika Bisnis
Tugas
Etika Bisnis – Video Kasus Pelanggaran Etika Produksi
Kelompok
9 - Kelas 3EA01
·
Euis Lestari
·
Purnama Dawan
Putra
·
Siti Rahma
Widiyanti
Dalam proses produksi, subuah produsen pada
hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha
untuk mendapatkan laba sebanyak-banyaknya. Dalam upaya produsen untuk
memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk
memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam
keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa
konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memberi perhatian
dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau
menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak
menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus
kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi,
produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen.
Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi
pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak
memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Berikut ini adalah video contoh kasus pelanggaran etika
produksi dalam etika bisnis :
Rabu, 11 Juli 2018
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis 2
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Penyelewengan Dana
Nasabah dan Penjualan Reksa Dana Fiktif oleh Bank Century yang Melanggar Etika
Bisnis
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal
yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya
menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di
Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang
sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia.
Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh
para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat
faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran
etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan
banyak keuntungan.
Secara umum masalah-masalah yang sering di jumpai dalam
pelanggaran etika bisnis dapat diklasifikasikan dalam lima kategori.
Klasifikasi masalah tersebut yaitu :
1. Suap (Bribery)
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui
atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan
supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3
(tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima
belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).
2. Paksaaan (Coercion)
Pemaksaan adalah praktek memaksa pihak lain untuk berperilaku
dengan cara spontan (baik melalui tindakan atau tidak bertindak) dengan
menggunakan ancaman, intimidasi, penipuan, atau bentuk lain dari tekanan atau
kekuatan. Tindakan seperti itu digunakan sebagai leverage, untuk memaksa korban
untuk bertindak dengan cara yang dikehendaki. Pemaksaan mungkin melibatkan
hukuman fisik yang sebenarnya sakit / cedera atau kerusakan psikologis dalam
rangka untuk meningkatkan kredibilitas dari sebuah ancaman. Ancaman bahaya
lebih lanjut dapat menyebabkan kerjasama atau ketaatan orang yang dipaksa.
Penyiksaan adalah salah satu contoh yang paling ekstrem yaitu pemaksaan sakit
parah yang diderita korban untuk mengekstrak informasi yang dikehendaki dari
partai disiksa.
3. Penipuan (Deception)
Pasal 378 KUHP di
atas, maka R. Sugandhi (1980 : 396-397) mengemukakan pengertian penipuan bahwa
: Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian
kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri
sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat
bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang
seakan-akan benar.
4.
Pencurian (Theft)
Pengertian pencurian
menurut hukum beserta unsur – unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, adalah
berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi : “Barang siapa
mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00”.
5. Diskrimi-nasi tidak jelas (Unfair Discrimination)
Diskriminasi adalah
perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.
- Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya
krisis global, tetapi karena disebakan permasalahan internal bank tersebut.
Permasalahan internal tersebut adalah adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak
manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
1.
Penyelewengan dana
nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4 Triliun dan
nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun)
2.
Penjualan reksa dana
fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut tidak
memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua permasalahan
tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century.
Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun
untuk sementara tidak dapat dicairkan. Kasus Bank Century sangat merugikan
nasabahnya dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank
Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun
transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank
Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM
bersama. Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi
kepada petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa
besok uang dapat ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya
bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah dibatasi hingga Rp 1 juta. Hal ini
menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib dananya di Bank Century.
Setelah tanggal 13
November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk valas tidak
dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa.
Pihak bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar.
Sehingga uang tidak dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah
Bank Century. Nasabah bank merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang
nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para
nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan produk investasi
ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century tidak
terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century
mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan
banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan aksi
protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century.
Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga
DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka
dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI
yang dinilai tidak bekerja dengan baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas
dan menutup mata dalam mengusut investasi fiktif Bank Century yang telah
dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat berimbas kepada
bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem
perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia
perbankan Indonesia.
·
Solusi
Pemecahan Masalah Pelanggaran Etika Bisnis
Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan
bisnis. Hal tersebut dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham
Bank Century kepada Robert Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan
nasabah Bank Century. Tetapi disisi lain, manager memiliki dilema dimana
pemegang saham mengancam atau menekan karyawan dan manager untuk menjual reksadana
fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century harus memilih dua pilihan
antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah tersebut
tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada
akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham
dikarenakan manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan
akan tetap sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan
sanksi lainnya. Walaupun sebenarnya tindakan manager bertentangan dengan hukum
dan etika bisnis. Solusi dari masalah ini sebaiknya manager lebih mengutamakan
kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban
perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman.
Dari sisi pemegang
saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis, yaitu
memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari
Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan
kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana
tersebut kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham
mengalihkan dana nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang
saham hanya mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan,
karyawan, dan nasabahnya (konsumen). Solusi untuk pemegang saham sebaiknya
pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk
mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang
saham memberlakukan dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu
tidak menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan
pribadi.
Dalam kasus Bank
Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank Century
sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini
menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena
dana nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak
sustain, dalam artian ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada
nasabah yang bunuh diri dikarenakan hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya
dalam memilih investasi atau reksadana nasabah diharapkan untuk lebih
berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk
tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa
kevalidan produk tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Dikarenakan kasus ini
kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank nasional
menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses
kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah
mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank
nasional lainnya pengaruh kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya
efek domino dikarenakan masyarakat menjadi kurang percaya dan takut bila
bank-bank nasional lainnya memiliki “penyakit” yang sama dengan Bank Century
dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank secara umum.
Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan
mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang
diawasinya. Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar tanggung
jawab satu sama lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya
bank-bank tersebut harus lebih memperhatikan kepentingan konsumen atau
nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.
KESIMPULAN
1.
Etika bisnis dalam
perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai
kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu
landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi
yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang
andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
2.
Umumnya permasalahan
yang sering terjadi dalam dunia bisnis adalah Suap (Bribery),
Paksaaan (Coercion), Penipuan (Deception),
Pencurian (Theft), dan Diskrimi-nasi tidak jelas (Unfair Discrimination).
3.
Kasus Bank Century
merupakan pelanggaran etika bisnis yang terjadi dimana pihak Bank terpaksa
melakukan penipuan karena kecerobohan pihak manajemen intern Bank mengambil
langkah yang kurang tepat. Sehingga pihak Bank terpaksa merugikan nasabahnya.
Senin, 16 April 2018
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Contoh Kasus Pelanggaran Etika
Bisnis dalam Profesi
IKLAN
PRODUK MAKANAN MIE INSTAN YANG MELANGGAR ETIKA NORMATIF DALAM BERIKLAN
Dalam suatu kegiatan bisnis, strategi pemasaran yang
paling sering digunakan yaitu periklanan. Periklanan merupakan salah satu cara
yang paling efektif dalam memasarkan suatu produk yaitu untuk menarik konsumen
dan meningkatkan penjualan. Periklanan yang dilakukan biasanya melalui media
cetak seperti koran dan majalah ataupun media elektronik seperti radio dan
televisi. Pada contoh kasus kali ini membahas tentang kasus yang terkait dengan
pelanggaran dalam etika bisnis. Dalam masalah ini saya menggunakan contoh suatu
iklan yang melanggar asas Etika Normatif, dimana etika normatif adalah sikap
dan perilaku manusia atau masyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang
ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan
dinamika serta kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi acuan bagi
masyarakat umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya. Berikut contoh
produk makanan mie instan yang melanggar etika normatif dalam beriklan.
Pada
iklan diatas dianggap melanggar etika karena :
1. Dalam tayangan
iklan yang berdurasi 30 detik ini tampak satu adegan yaitu seorang lelaki
berpakaian seperti guru di dalam kelas dengan seekor ayam bertengger di atas
kepalanya. Meskipun hanyalah hasil rekayasa animasi, namun iklan Mie Instan ini
merupakan bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap profesi guru.
2. Iklan ini juga
memperlihatkan kelas sekolah seperti kandang ayam dengan ayam-ayam yang sedang
berterbangan kesana kemari. Tentu saja iklan Mie Instan ini sangat merendahkan
pendidikan di Indonesia yang diibaratkan seperti kandang ayam.
Dalam kasus ini KPI
selaku pihak yang berwenang memberi teguran kepada stasiun televisi untuk
memperbaiki iklan tersebut sebagai reaksi atas tayangan iklan Mie Instan yang
melecehkan profesi guru.
Senin, 09 April 2018
Makalah Peran Sistem Pengaturan Dan Good Governance
Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Etika Bisnis berupa makalah:
Kelompok : 9
Nama : Euis Lestari
Siti Rahma Widiyanti
Purnama Dawan Putra
Dosen : Dr. Sugiharti Binastuti, SE., MM
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan YME,
karena berkat rahmat dan hidayah yang dikaruniakan-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sesuai dengan namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai
buku materi atau buku panduan, melainkan di dalam pembahasannya, terdapat
informasi-informasi yang mudah-mudahan dapat menambah serta memperluas
pengetahuan kami serta pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapati berbagai kesulitan, baik
dalam pencarian sumber, bahan atau dalam hal yang lainnya. Akan tetapi, berkat
pertolongan-Nya lah akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Adapun
penyusunan makalah ini yaitu berdasarkan pada bahan-bahan yang kami cari dari berbagai sumber. Kami mencatat hal-hal yang berhubungan
dengan pokok permasalahan yang dibahas.
Kami memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk
terciptanya sebuah makalah yang lebih baik.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada
segenap yang telah mendukung terciptanya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya
untuk kami
dan umumnya untuk yang menggunakan serta membacanya.
Depok, April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..........................................................................................i
KATA
PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR
ISI.....................................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 Definisi Pengaturan...................................................................................3
2.2 Karakteristik Good
Governance................................................................3
2.3 Commission Of Human Right (Hak Asasi
Manusia).................................5
2.4 Kaitannya Good
Governance Dengan Etika Bisnis...................................7
BAB
III PENUTUP...........................................................................................9
3.1 Kesimpulan................................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pada
masa kini istilah pengaturan (governance)
dan pengaturan yang baik (good
governance) mulai berkembang dan selalu digunakan dalam literatur mengenai
pembangunan. Seringkali konsep pembangunan tidak memperhatikan konsep
keberlanjutan, melihat faktor sumber daya alam dan lingkungan hanya ditentukan
berdasarkan nilai progresifnya. Realisasi dari konsep pemerintahaan yang
bijaksana ‘good governance’
merupakan prasyarat untuk mendapatkan keseimbangan yang efektif antara
lingkungan dan pembangunan.
Prasyarat
minimal untuk mencapai good
governance adalah adanya tranparansi, akuntabilitas, partisipasi,
pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Dalam menjalankan
prinsip-prinsip good governance, terdapat tiga fokus bidang yang
penting dan saling terkait dengan ekonomi, politik dan administrasi. Bidang
ekonomi mencakup proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi tidak hanya
kegitan ekonomi dan faktor-faktor terkait lainnya, namun hal-hal lainnya
menyangkut isu keadilan, kemiskinan dan kualitas hidup.
Salah
satu isu penting tentang good governance
yang menyatukan ketiga bidang tersebut adalah perlunya dijalankan sistem
pemerintah bottom-up. Di Indonesia, sumber daya alam masih menjadi prioritas
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dari para anggota komunitasnya, sehingga dalam
hal ini pengaturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam menjadi
prioritas dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup.
Berkaitan
dengan penanganan lingku;ngan alam, dengan good
governance diharapkan dapat tercipta format politik yang demokratis, karena
hal ini merupakan prasyarat menuju demokratisasi pengelolaan sumber daya alam
di Indonesia.
Konsep
good governance juga diharapkan akan melahirkan model alternatif pembangunan
yang mampu menggerakan partisipasi komunitas umum dan memberi jaminan bahwa
prioritas di bidang politik, ekonomi dan sosial yang dibuat berdasarkan
musyawarah bersama.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu :
1) Apakah definisi dari pengaturan ?
2) Apa saja karakteristik dari Good Govenance ?
3) Apakah yang dimaksud dengan Commission Of Human ?
4) Bagaimana kaitannya Good Governance dengan Etika Bisnis ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini
yaitu :
1) Mengetahui definisi dari pengaturan
2) Mengetahui karakteristik dari Good Governance
3) Mengetahui tentang Commission Of Human
4) Mengetahui kaitan Good Governance dengan Etika Bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
1
2
2.1 Definisi
Pengaturan
Sebelum membahas mengenai Good Governance sebaiknya terlebih
dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan pengaturan. Berikut ini adalah
definisi mengenai pengaturan :
1.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia
Peraturan
adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap
warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang
dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.
2.
Lydia Harlina Martono
Peraturan
merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat
peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit
diatur.
2.2 Karakteristik Good Governance
Dalam hal ini, ada Sembilan
karakteristik Good Governance dari United Nation Development Program
(UNDP), yakni:
1.
Partisipasi
Konsep
partisipasi tentu sejalan dengan sistem pemerintahan yang demokrasi yang
diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran
serta dalam suatu lingkungan kegiatan.
2. Rule of law
Rule of low berarti
penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak
manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir Manan (1994).
3.
Transparansi
Transparansi
berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak
yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha,
terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan
informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan
publik adalah dalam masalah transparansi sendiri.
4.
Responsif
Responsif
berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi
kepentingan publik (public interest)
sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan
pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model
pelayanan.
5.
Berorientasi pada consensus
Berorientasi
pada consensus berarti pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para
actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya
keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan
publik.
6.
Keadilan
Keadilan
berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan
kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam
hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani
pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang
terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali.
7.
Efektif dan efisien
Efektif
secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana
dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam
bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan
melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur
yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.
Akuntabilitas
Akuntabilitas
berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban
dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu
organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah
efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah
pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
9. Strategic vision
Penyelenggara
pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan
masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar
terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan
latar belakang sejarah, kondisi sosial, dan budaya masyarakat.
2.3 Commission Of Human Right (Hak
Asasi Manusia)
Commission of human right (Hak asasi manusia) adalah hak dasar yang dimiliki
setiap manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai
hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang hidup, maka bila tidak
ada hak tersebut mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia
diperoleh/didapat manusia dari Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai
sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada
kekuatan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia, karna
HAM bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Commission of human right (Hak asasi manusia) ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Setelah
perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi
manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi
manusia (commission of human right).
Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor
Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang
diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia
tersebut. Karya itu berupa Universal
Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi
Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang
umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2
negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati
sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai
hak, yaitu hak :
1)
Hidup
2)
Kemerdekaan
dan keamanan badan
3)
Diakui
kepribadiannya
4)
Memperoleh
pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan
hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak
bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5)
Masuk dan
keluar wilayah suatu Negara
6)
Mendapatkan
asylum
7)
Mendapatkan
suatu kebangsaan
8)
Mendapatkan
hak milik atas benda
9)
Bebas
mengutarakan pikiran dan perasaan
10) Bebas memeluk agama
11) Mengeluarkan pendapat
12) Berapat dan berkumpul
13) Mendapat jaminan sosial
14) Mendapatkan pekerjaan
15) Berdagang
16) Mendapatkan pendidikan
17) Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan
keilmuan
2.4
Kaitannya Good Governance Dengan Etika Bisnis
1. Code of Corporate and Business
Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku
berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode
etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan
atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya
perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam
aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang
serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi
perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab,
dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,
tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang
efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun
Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan
kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
BAB III
PENUTUP
1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan tersebut, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Peraturan adalah ketentuan yang
mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan
kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus
menaati aturan yang berlaku.
2.
Sembilan karakteristik Good Governance yaitu ; partisipasi, Rule of law, Transparansi, Responsif, Berorientasi pada consensus, Keadilan, Efektif dan
efisien, Akuntabilitas, dan Strategic
vision.
3.
Commission of human right (Hak asasi manusia) tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
4.
Kode Etik dalam tingkah laku
berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG).
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/documents/tugas-6-peran-sistem-pengaturan-good-governance.html
(diakses pada 30 Maret
2018)
https://www.scribd.com/doc/294444759/Tugas-6-Peran-Sistem-Pengaturan-Good-Governance (diakses pada 31 Maret 2018)



